Sabtu, 12 Januari 2013

MY ORDINARY NOVEL #PART 3


Chacha berjalan menyusuri koridor utama sekolahnya. Masih tampak sepi. Memang, sekarang masih pukul 06.15, jadi hanya segelintir siswa yang sudah datang ke sekolah. biasanya  baru sekitar setengah jam lagi para siswa sekolah elite ini mulai memenuhi area sekolah mereka yang super luas. Chacha memang sudah terbiasa datang pagi-pagi sekali ke sekolah. hal ini dikarenakan Papa Chacha harus sudah sampai di kantornya sebelum pukul 07.00. jadi, beliau memang harus berangkat pagi-pagi agar tidak terlambat sampai di kantornya.
Sebenarnya, bisa saja Chacha berangkat agak siangan, bersama Pak Gondo, supir keluarganya, namun Chacha lebih memilih berangkat pagi agar ia bisa berangkat ke sekolah bersama sang Papa. Selama ini memang hanya Papa yang ada bersamanya. Chacha tidak tahu dimana keberadaan Mama,
karena sejak ia kecil, ia tidak pernah bertemu dengan sang Mama. Papa belum mau mengatakan kepadanya dimana Mama berada saat ini. Papa akan mengatakannya saat Chacha sudah siap nanti.
Gadis kecil itu segera berlari kecil menuju kelasnya yang terletak di di sebelah ruang Guru. Akhirnya, sampailah Chacha di ruang kelasnya—kelas 6C—yang besar dan nyaman. Keadaanya sama seperti hari-hari kemarin saat Chacha baru tiba disana. Sepi!
Namun, saat Chacha tiba di bangkunya—bangku paling sebelah kanan di dekat jendela tepat di bawah AC—ia menemukan sesuatu. Sebuah kotak bergambar kelinci kesukaannya tergeletak disana. Chacha pun mengambil kotak kado tersebut. Ia membukanya, dan tersenyum kecil saat menemukan sebuah jam tangan lucu bergambar kelinci—lagi!—disertai secarik kertas dari dalam kotak kado tersebut.
Chacha segera membaca surat itu. Senyumnya mengembang setelah membaca deretan huruf yang tertera disana.
Purti Kelinciku....
Aku tahu betapa besar keinginanmu untuk dapat berjumpa denganku. Makanya aku setuju untuk menemuimu hari ini. Mungkin memang sudah saatnya bagimu untuk mengetahui siapa jati diriku. Temui aku di taman kompleks rumahmu pukul 05.00 sore nanti. Aku akan duduk di bangku taman, tepat di depan air mancur. Aku akan mengenakan kemeja biru dan celan jeans biru. Be on time! J
Tapi aku sangat sedih karena harus berpisah denganmu. Terlebih lagi aku tidak bisa melihatmu sesering yang bisa kulakukan di sini. Jarak Surabaya—Jakarta sangat jauh.
Namun aku yakin, aku bisa bertemu lagi denganmu. Kamu akan memberi tahuku dimana kamu akan tinggal saat di Jakarta, kan? Atau paling tidak, kamu akan memberiku nomor ponselmu....
Aku sudah tak sabar untuk bertemu denganmu.( Tapi, agak deg-degan juga, ya? Hehehe...)
                                                                                                                Salam Manis,
                                                                                                             -Pangeran Kodok-               


                Perasaan hangat menjalar ke seluruh tubuhnya. Tangannya sedikit gemetar saat memegang jam tangan pemberian Pangeran Kodok. Chacha segera duduk di bangkunya untuk menenangkan perasaannya. Ia pun melepas jam tangan pink pemberian Papa—jam itu diberikan Papa sewaktu beliau pergi ke Australia beberapa minggu yang lalu—dan menggantinya dengan jam tangan kelinci yang baru saja di terimanya dai Pangeran Kodok.
                Chacha memandang jam barunya beberapa saat. Ia tersenyum lebar.
                “Akhirnya, aku bisa bertemu denganmu, Pangeran Kodok,” gumamnya.
Kesempatan itu datang juga. Setelah satu setengah tahun ia mengenal Pangeran Kodoknya yang misterius, ia bisa bertemu dengannya secara langsung. Jantung Chacha berdebar-debar tak karuan, membayangkan pertemuan pertamanya dengan si Pangeran Kodok. Ada perasaan bahagia, lega, senang. Namun juga ada perasaan cemas, resah dan gelisah. Semoga pertemuan ini akan berawal menyenangkan dan berakhir dengan menyenangkan pula.
***
Hari ini dilalui Chacha dengan penuh senyum. Ia juga bisa berbaur kembali bersama teman-temannya yang sebentar lagi akan sangat jauh darinya. Bersama teman-temannya Chacha mempersiapkan diri menjelang wisuda. Mereka berlatih vocal untuk mengisi acara wisuda minggu depan.
 Sambil menunggu Pak Gondo menjemputnya, Chacha duduk di taman sekolah, tepatnya di sebuah saung kecil di dekat air mancur. Pak Gondo tahu kalau majikan kecilnya itu selalu menunggunya menjemput dengan duduk di saung tersebut.
Chacha merasa tenang jika duduk di saung kecil ini. Selain hawanya yang sejuk dengan angin sepoi-sepoi yang ditimbulkan oleh pohon perindang yang ada di sekitarnya, juga suara gemericik dari air mancur yang ada di dekatnya semakin membuat perasannya menjadi lebih tenang dan damai. Sambil menikmati suasana yang ada, Chacha memandangi jam tangan kelinci pemberian Pangeran Kodok.
                Sebentar lagi aku akan bertemu dengannya, batin Chacha. Ia sudah tak sabar lagi untuk bisa bertemu Pangeran Kodok. Bagaimana rupa sang Pangeran yang selama ini sudah membuat perasaannya menghangat.
                Beberapa waktu kemudian, datanglah sebuah sedan hitam. Sedan itu berhenti tepat di depannya. Jemputanku sudah datang! Kata Chacha dalam hati. Si pengemudi kemudian keluar dari sedan hitam tersebut. Melemparkan senyumnya kepada majikan kecilnya.
                “Selamat siang, Non”, sapa Pak Gondo kepada Chacha. Senyumnya masih ada di wajahnya.
                “Selamat siang juga, Pak Gondo”, balas Chacha sambil tersenyum manis kepada supir keluarganya itu. Pak Gondo berjalan ke arah Chacha. Kemudian ia mengambil tas sekolah Chacha yang sejak tadi diletakkan majikan kecilnya itu di saung. Beliau pun membimbing Chacha berjalan ke arah mobil, membukakan pintu penumpang yang berada di sebelah kursi pengemudi untuk Chacha, dan mempersilahkan Nona mudanya duduk di mobilnya yang nyaman. Setelah itu, ia membuka pintu belakang mobil dan meletakkan tas sekolah Chacha di sana.
                Lalu supirnya itu berjalan mengitari mobil, membuka pintu supir, dan segera duduk di kursi pengemudi. Sekilas ditatapnya Chacha.
                “Wah, dari tadi Bapak perhatikan Non Chacha tersenyum terus. Lagi seneng ya, Non?” tanya Pak Gondo.
                “hehehe... bapak merhatiin aja. Iya Pak. Chacha lagi seneng banget nih.” Jawab Chacha polos.
                “Kalo Non seneng, Bapak juga ikut seneng, Non” sahut Pak Gondo sambil mengemudikan mobil.
                Mobil itu berjalan menembus kemacetan di jalan yang sudah mulai padat oleh jemputan para siswa lainnya. Walaupun jalanan menuju rumahnya dilanda kemacetan, itu semua tidak memudarkan senyum yang merekah di bibir Chacha. Ia terus tersenyum sambil bersenandung kecil di sepanjang jalan menuju kediamannya.
                Akhirnya, setelah kurang lebih 30 menit menempuh perjalanan dari sekolah, mobil Chacha berhenti di depan sebuah pagar coklat rumah mewah bergaya eropa. Patung-patung dewa menghiasi pagar rumahnya di kanan dan kiri.
                Pak Gondo membunyikan klakson tiga kali. Seorang pembantu Chacha segera membukakan pintu untuk majikannya itu. Pagar terbuka. Memperlihatkan segala sesuatu yang tersembunyi di baliknya. Sebuah rumah—lebih pantas disebut istana—yang sangat megah bergaya eropa dan mediterania.
                Sedan hitam Chacha berjalan melewati taman rumahnya yang sungguh luar biasa. Bunga-bunga indah tumbuh subur disana. Ditambah dengan sebuah air mancur di tengah taman membuat taman rumahnya menjadi sangat luar biasa menakjubkan.
                Tepat di depan pintu utama kediamannya, sedan hitam itu berhenti. Pak Gondo keluar dari mobil dan segera membukakan pintu untuk Chacha. Baru saja Pak Gondo akan mengambilkan tas sekolahnya, Chacha langsung mencegahnya.
                “Non,,,” Pak Gondo belum selesai melanjutkan kalimatnya, namun Chacha telah memotongnya.
                “Udah, nggak apa-apa kok, Pak” Chacha membuka pintu belakang mobil, “Chacha bisa sendiri”. Ia segera menyambar tas sekolahnya dan memanggulnya di atas kedua pundaknya.
                Setelah mengucapkan terima kasih kepada supirnya, gadis kecil itu berjalan menaiki tangga kecil menuju pintu utama rumahnya yang besar. Ia langsung membuka pintu tersebut, dan selang beberapa detik kemudian, gadis kecil itu sudah hilang ditelan pintu utama rumahnya yang besar.

2 komentar:

  1. guys, novelnya gua skip dulu ya. di ganti sama cerpen. abisnya dewa ide yang biasanya nemenin gua gatau lagi pergi kemana. udah gak bilang bilang, gak balik balik pula. kalo emang penasaran, leave coment aja, insyaallah gua post lagi. okeee???

    BalasHapus
  2. bagus banget blognya...semoga laris manis salam kenal dari bagus banget blognya...semoga laris manis salam kenal dari pesan tas seminar

    BalasHapus

 

Dear My Dee Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea